Jumat, 17 Januari 2014

WACANA DAN PENGAJARANNYA DALAM KETERAMPILAN MENYIMAK DAN MEMBACA


WACANA DAN PENGAJARANNYA DALAM KETERAMPILAN MENYIMAK DAN MEMBACA

1.    Wacana
Tompkins (dalam Rofi’Udin, 1998:3) menyatakan bahwa keberwacanaan adalah kemampuan menggunakan membaca dan menulis dalam menuaikan tugas-tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan kehidupan luar sekolah. Bentuk bahasa yang disebut wacana telah lama selidiki secara intensif oleh ahli-ahli bahasa (Linguist). Berbagai cara yang telah di kembangkan untuk melihat satuan bahasa ini secara lebih cermat. Senada dengan pendapat tersebut, Arini,dkk (dalam Weaver, 1961:26-147) berpendapat bahwa sebuah wacana dalam bentuk artikel dapat pula tersusun dari kombinasi-kombinasi paragraf bersifat deskritif dan naratif, argumentatif dan naratif, ekspositif dan deskritif dan sebagainya.  Karena itu, paragraf di masukkan dalam studi wacana. Empat wacana yang telah dikenal secara umum dengan nama ekposisi, dekripsi, narasi dan argumentasi keempat bentuk pengungkapan wacana ini dapat diketahui dan ciri-cirinya. Misalnya:
1.    Argumentasi
Cirinya:
a.    Mengundang alasan
b.    Bertujuan meyakinkan
c.    Mengubah pandangan
2.    Deskripsi
Cirinya:
a.    Bersifat memerikan
b.    Melukiskan sesuatu sebagaimana adanya
c.    Menghindarkan penafsiran atau komentar pribadi.
3.    Ekposisi
Cirinya:
a.    Bersifat paparan
b.    Menuntun Pembaca
c.    Mengungkap cara atau Prosedur
4.    Narasi
Cirinya:
a.    Mengungkapkan apa yang terjadi
b.    Bersifat faktual atau fiksi
c.    Menggunakan gaya cerita
2.    Wacana dalam Komunikasi
Bila dikaitkan dengan dengan jalur komunikasi (chanel of communication), wacana dapat dibedakan atas wacana lisan dan wacana tulis. Selain itu, jika dikaitkan dengan pemeran serta (participants), wacana dapat dibedakan atas wacana presentasional dan wacana interaksional. Wacana presentasional juga disebut wacana infomasional, dan interaksional sering disebut wacana interpersonal. Bentuk wacana Presentasional, misalnya: ceramah, pidato, khotbah, dan bentuk-bentuk penyajian sepihak lainnya. Sementara itu wacana interaksional bisa dalam bisa dalam bentuk wawancara, dialog, percakapan, diskusi, debat, dan bentuk-bentuk konversasi lainnya.
3.    Metodik Khusus Pengajaran Bahasa (Wacana) di SD
Sebelum melaksanaan pembelajaran, seorang guru harus memahami kriteria metode/teknik yang akan diterapkan. Namun demikian metode/teknik yang diterapkan itu harus disesuaikan dengan materi dan kemampuan siswa.
            Tarigan (dalam Garminah, 2009:65) menyatakan bahwa metode pembelajaran berbicara yang baik memiliki beberapa kriteria sebagai berikut:
(1)     Rerevan dengan tujuan pengajaran
(2)     Mempermudah pemahaman siswa
(3)     Merangsang kreatifitas dan keterampilan siswa
(4)     Mudah diataptasi dengan media
(5)     Mewujudkan pengalaman belajar
Arini,dkk (dalam Djago Tarigan, 1995) menyatakan bahwa khusus untuk pembelajaran menyimak dan membaca dengan menggunakan wacana sebagai pintu masuk pembelajaran bahasa.



3.1    Pengajaran Keterampilan Menyimak
1.         Simak-Ulang Ucap
Simak-ulang ucap ini dapat digunakan oleh guru untuk siswa melafalkan bagian-bagian tertentu dalam pembelajaran bahasa.
2.         Simak-Kerjaan
Siswa diminta untuk melakukan sesuatu tentang apa yang diinginkan/diminta oleh gurunya dan menyampaikan untaian perintah atau suruhan yang harus dikerjakan oleh siswa.
3.         Simak-Terka
Guru mendeskripsikan atau  menggambarkan sifat, keadaan, perilaku, bentuk dari sesuatu yang disampaikan secara lisan atau tulis untuk disimak.
4.         Simak-Tulis
Simak-tulis dikenal dengan nama dikte atau imla yang diarahkan untuk melatih siswa terampil dalam menulis dan kemampuan siswa dalam menulis huruf, kata, kalimat, tanda baca, dan aspek-aspek mekanik lainnya yang menjadi perhatian dalam keterampilan ini.
5.         Bisik Berantai
Bisik berantai adalah suatu cara menyampaikan pesan atau informasi secara berantai. Penerima pesan awal menyampaikan lebih lanjut pesan atau informasi itu kepada orang ketiga. Kesesuaian pesan yang disampaikan oleh penerima pertama dan penerima terakhir, mencerminkan ketelitian dan perhatian siswa dalam menyimak.
6.         Memperluas Kalimat
Cara ini digunakan oleh guru dalam melatih siswa menulis sebuah wacana ringkas yang dimulai dengan menyediakan kalimat pendek kepada siswa untuk dikembangkan menjadi kalimat lebih panjang dengan menambah objek dan keterangan, serta menambah penjelasan pada bagian-bagian kalimat yang perlu untuk dijelaskan.
7.         Menyelesaikan Cerita
Guru memulai dengan cerita bagian/penggalan awal. Kemudian siswa diminta untuk melanjutkan. Siswa diberi kebebasan mengembangkan cerita itu menurut imajinasi dan kreasinya.
8.         Identifikasi Kata Kunci
Cara ini melatih siswa untuk menemukan pokok persoalan yang dibicarakan. Cara ini merupakan kebalikan dari cara yang keenam, yakni memperluas kalimat.
9.         Idenfikasi Kalimat Topik
Pada cara ini, siswa disugihi sebuah wacana yang harus diidentifikasi kalimat topiknya. Selain itu, wacana bisa dalam bentuk wacana dialog (interaksional) atau wacana monolog (presentasional)
10.     Menjawab Pertanyaan
Cara ini dimulai dengan memberitahukan pertanyaannya terlebih dahulu, misalnya: Apa yang dibicarakan? Siapa yang membicarakan? dan lain-lain. Setelah itu, siswa diminta menyimak sebuah wacana. Siswa akan mengkonsentrasikan perhatiannya pada hal-hal untuk menjawab pertanyaan tersebut.
11.     Merangkum
Pada cara ini, siswa dapat disugihi wacana yang agak panjang, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Siswa diminta menyatakan isi-isi pokok dari wacana yang dibaca atau didengar. Siswa dapat menggunakan kalimatnya sendiri dalam membuat rangkuman.
12.     Parafrase
Parafrase artinya alih bentuk. Hal ini dapat dilakukan, yakni mempuisikan sebuah prosa. Namun hal ini lebih sulit dilakukan siswa, karena puisi memerlukan kata-kata yang lebih indah.
13.    Teknik Satu Rekaman Satu Kelas
Jatiyasa (2012) menyatakan bahwa guru terlebih dahulu menyiapkan rekaman melalui kaset (tape recorder), CD, ataupun laptop yang berisi ceramah, pembacaan puisi, dan sebagainya. Kemudian guru memberi petunjuk-petunjuk sebelum kaset di putar tentang hal-hal yang perlu disimak.
14.    Teknik Group Cloze
Jatiyasa (2012) menyatakan bahwa guru membacakan sebuah wacana sekali, siswa diminta menyimak baik-baik. Kemudian, guru membacakan wacana dengan  cara membaca paragraf awal penuh.
15.    Teknik Simak Libat Cakap
Jatiyasa (2012) menyatakan bahwa penyimak terlibat dalam pembicaraan. Dalam pelaksanaan teknik ini guru dapat menugaskan siswa mengadakan wawancara.
3.2 Pengajaran Keterampilan Mambaca
Ada sejumlah metode membaca permulaan yang dapat dipilih dan dikembangkan oleh guru, antara lain:
(1)  Metode Abjad
Dalam metode abjad, satuan huruf yang berupa bunyi bahasa dilafalkan sesuai dengan abjad.
Contoh:  [b] dilafalkan  /be/
      [k] dilafalkan  /ka/
Langkah-langkah penerapan metode abjad yaitu:
1)   Mengenalkan/membaca beberapa huruf
2)   Merangkai huruf menjadi suku kata atau penggalan kata
3)   Merangkai suku kata menjadi kata
(2)  Metode Bunyi
 Perbedaan metode bunyi dengan metode abjad adalah pada pelafalannya, karena pada metode bunyi satuan huruf yang dilafalkan sesuai dengan bunyinya.
Contoh:    [b] dilafalkan  /eb/
                   [d] dilafalkan  /ed/
Sedangkan langkah-langkah penerapan metode bunyi sama dengan langkah-langkah penerapan metode abjad.
(3) Metode Kupas Rangkai Suku Kata
Metode ini memulai pembelajaran membaca dengan menyajikan kata-kata yang sudah dikupas menjadi suku kata. Suku kata tersebut dirangkai menjadi huruf dan dirangkai lagi menjadi suku kata dan kata.
Contoh:  bo la    menjadi    b o l a
            b o l a  menjadi    bo la
(4)  Metode Kata lembaga
Metode ini diawali dari mengenalkan beberapa kata yang dikenal dan ditemukan di lingkungan siswa.
Contoh: mina   dirangkai menjadi mi na
         mi na  dirangkai menjadi m i n a
(5)  Metode i in dan a an
Metode ini cukup produktif dan kreatif karena dengan mengenal beberapa huruf saja siswa dapat menentukan kata-kata baru malah bisa sampai membuat kalimat baru.
Contoh:                           i   in
  i   i   i    i
 n   n  n  n
i  in,  a  an
a na              na na                na an
a ni               na ni                ni in
                                           na a              ni na                na an
(6)  Metode Global
Metode global muncul akibat pengaruh psikologi gestalt, yang menganggap satu kesatuan lebih bermakna dibandingkan dengan jumlah bagian-bagiannya.
Langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh sebagai berikut:
a)    Membaca kalimat secara utuh dengan disertai gambar.
b)   Apabila siswa sudah lafal, dilanjutkan dengan membaca kalimat tanpa bantuan gambar.
c)    Menguraikan kalimat menjadi kata.
d)   Menguraikan kata menjadi suku kata.
e)    Menguraika suku kata menjadi huruf.
f)    Merangkai huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.
(7) Metode Struktur Analitik Sinstentik (SAS)
Metode ini didasari oleh tanggapan unsur bahasa terkecil bermakna adalah kalimat. Potensi dan pengalaman berbahasa siswa perlu dikembangan melalui struktur kalimat yang utuh, sehingga dapat dipahami dan dianalisis.
  Langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
a)    Membaca tanpa buku bersumber pada percakapan siswa.
b)    Menampilkan gambar sambil bercerita.
c)     Menampilkan gambar sambil mengucapkan kalimat.
d)    Menampilkan kartu kalimat yang dianalisis.
e)     Membaca kalimat dan melakukan proses struktur, analitik, sintetik.
Arini,dkk (2007:164-167) menyatakan bahwa kemampuan membaca siswa dapat dikembangkan dengan menggunakan metode atau cara-cara, seperti: lihat dan baca, melengkapi kalimat, menyusun paragraf, menceritakan kembali, parafrase, melanjutkan cerita, melaksanakan petunjuk, baca dan terka.
1.    Lihat dan Baca
Guru menyiapkan sebuah wacana untuk dibaca oleh siswa. Dalam membaca, siswa dapat dilatih kemampuannya mengucapkan fonem, kata, tanda baca, kalimat secara tepat. Siswa bisa pula disuruh menambahkan kata atau menghilangkan kata yang berlebihan.
2.    Melengkapi Kalimat
Guru menyiapkan sebuah wacana yang harus dibaca oleh siswa. Selanjutnya, guru menyiapkan kalimat-kalimat yang tidak lengkap. Siswa diminta melengkapi kalimat itu.
3.    Manyusun Paragraf
Cara ini bisa dimulai dengan menyuguhkan sebuah wacana kepada siswa, yang beberapa katanya hilang. Siswa diminta mengisi kata-kata yang dihilangkan itu. Jika siswa paham tentang isi wacana yang dibaca itu, maka ia akan dapat mengisi kata-kata yang dihilangkan tersebut
4.    Menceritakan Kembali
Seorang siswa dikatakan memahami apa yang dibacanya apabila ia dapat menceritakan kembali isi ringkas tentang apa yang dibaca.
5.    Parafrase
Dengan membaca sebuah wacana, misalnya wacana dalam bentuk puisi, siswa diminta mengungkapkan isi puisi tersebut dalam bentuk uraian atau prosa. 
6.    Melanjutkan Cerita
Guru menyiapkan sebuah cerita yang cocok dengan jenjang kelas siswa. Dalam hal ini, guru dapat menyiapkan penggalan awal dari cerita untuk dilanjutkan oleh siswa.
7.    Melaksanakan Petunjuk
Membaca dan melaksanakan petunjuk dapat dibina melalui pengajaran bahasa. Kebanyakan petunjuk disajikan dalam bentuk wacana tertulis. Misalnya mengerjakan ssoal-soal ujia ada petunjuknya.
8.    Baca dan Terka
Sering sebuah informasi tidak disampaikan secara eksplit dalam wacana, penulis hanya menggambar sesuatu secara verbal tanpa menyebut nama bendanya, atau tidak mengungkapkan secara jelas  bagaimana peristiwa, keadaan, serta kejadiannya. Sehingga dalam pemilihan dan pengorganisasian materi guru harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
1)   Pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diajarkan kepada siswa dapat bermanfaat dalam berkomunikasi siswa sehari-hari.
2)   Kebutuhan berbahasa nyata siswa harus menjadi prioritas utama dan bahan-bahan pelajaran harus bersifat autentik.
3)   Siswa diharapkan mampu menangkap ide/gagasan dalam bahasa.
4)   Kelas diharapkan menjadi pemakai bahasa yang produktif, kurangi dominasi guru.
5)   Tugas-tugas dalam pembelajaran bahasa harus dilaksanakan secara bervariasi, baik dalam materi maupun kegiatan.
6)   Gunakan penilaian yang autentik, yakni penilaian yang beragam.
7)   Sesuakan materi pelajaran dengan umur, lingkungan, kebutuhan, tingkat kesulitan bahasa, jenjang kelas siswa, dan lain-lannya.
8)   Arahkan pengorganisasian materi pelajaran untuk mendukung pembelajaran bahasa terpadu.








DAFTAR RUJUKAN

Arini, Ni Wayan.; dkk. 2007. Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Garminah, Ni Nyoman. 2009. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Jatiyasa, I Wayan. 2012. Pengajaran Keterampilan Menyimak di Sekolah Dasar. Tersedia pada (http://iwayanjatiyasatumingal.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html). Diakses tanggal 5 Oktober 2013.

Rofi’uddin dan Darmiyati. 1998. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Depdikbud.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar